Ahad pagi, 06/11/2022, sekira pukul tujuh, Mbah Sonto tengah melakoni rutinitas mingguannya. Buatnya, Pasar Umpet seolah telah menyatu dengan kehidupannya yang bercocok tanam. Hasil bumi olahan Mbah Sonto terbilang terus mengalir. Pisang, cipir, bayam, cabe, dan seterusnya. Termasuk juga padi tentunya, ada yang menjadi gabah bahkan beras. Beberapa botol minyak goreng dan gula kelapa ada juga.
Ada sepatah ungkapan puas atas kinerjanya dalam dua tahun terakhir.
Betapa tidak, ” Gusti Allah ora sare ya, Mas!”
Beberapa kali ia ulangi lagi cerita tentang keempat putera puterinya yang dalam ujarnya terlimpah rezeki atas suatu pencapaian.
“Uripku ya ngene iki,” lanjutnya, penuh makna.
Ia melanjutkan berbincang. Ada beberapa barang jualan yang dipersiapkan putera puterinya itu. Di rumah tidak membuka warung secara khusus, walaupun bisa melayani pelanggan.
Mbah Sonto sesekali berjualan lotek di Pasar Umpet, saat tak ada menu tersebut yang disediakan pelapak lain. Tak sekali dua kali ia saling membingkiskan jualannya ke pelapak lain. Pagi itu, sembilan pelapak ditemani gerimis yang menggoyang dedaunan sekitar.